Jingga

Kamu adalah jingga, warna angkasa yang indah pada waktunya.
Kamu adalah jingga yang menjadikan langit senja bangga memamerkan megahnya.
Kamu adalah jingga yang menyambut pagi dengan hangatnya.
Kamu adalah jingga yang mengantar dunia menuju lelapnya.

Bukankah Tuhan sangat romantis, Ia memberikan waktu bagi hamba-Nya untuk berdoa saat jingga sedang menghiasi langitnya. Tepat pada saat terbit dan terbenamnya. Memberikan ruang manusia untuk berharap dan meminta, meromantisasi kebahagiaan, mendramatisasi kesedihan ataupun hanya menjadi sebuah latar belakang kehidupan.
Apakah benar jingga adalah pengantar doa?

Saat matahari telah melangit, jingga tak hilang. Hanya berpindah tempat memberikan kesempatan untuk sudut lain dunia menikmati pendarnya. Kadangpun aku bertanya-tanya, apakah ada manusia tak suka jingga? Tapi mengapa?

Apakah karna jingga adalah batas bagi manusia yang hanya bersenang-senang dengan malam. Ataukah karna jingga adalah batas untuk memulai kehidupan nyata yang tak seindah mimpinya? Atau karna jingga adalah batas waktu untuk pulang.

Jingga sang pengantar langit petang dan langit terang bergantian menjaga semesta. Kupanjatkan doa tak terbatas kepada Tuhan, saat jingga mewarna. Hingga semua langit dan semesta mendengar dan ikut mengaminkan pada Tuhan atas doa yang kupanjatkan.
Terima kasih jingga. Silakan pergi dan jangan lupa kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan Alpha dan Beta

Jika saja